Friday, August 28, 2009

PESAN TERAKHIR

Satu per satu, walau sulit, semuanya harus dilewati. Waktu terus berjalan dan tidak perduli apa yang saya, kamu dan mereka alami.

Hari yang penuh dinamika. Saya terbawa sedih, karena teman kantor sekaligus tempat curhat mengalami musibah. Menangis. Semua terjadi karena masalah yang tidak cukup pantas dimuntahkan oleh seorang dermawan, kaya, pintar dan orang nomor satu!!! Saya hanya bisa menghibur dan memberi semangat untuknya. Dan pada akhirnya, wajah kami semua mulai muram.... (saat ini secara melambat, kami mulai belajar tersenyum).

Sedangkan saya sendiri??? Di minggu yang sama, harus melewati jembatan yang tak ingin saya seberangi. Waktu yang mulai beranjak tak perduli, rasa yang lambat laun terpaksa dihukum mati...

Tiga hari dua malam, saya terus menangis. Tak terhitung berapa kali saya diam, berapa kali saya menangis......... tapi saat itu, saya tidak pernah tersenyum!!! Entah ada gunanya atau tidak, saya tak perduli. Saya lebih suka menangis sendiri, daripada bicara dan merengek-rengek. Saya pikir cukup untuk melampiaskan amarah dan kesakitan.

Kegagalan yang tak pernah saya tau, menghampiriku layaknya petir yang membakar setengah bagian harapanku. Kuharap, masih ada yang bisa kulakukan untuk memperbaikinya. Saya akan mencoba sadar dan bangun, ketika kutahu tak ada rencana itu lagi. Walaupun sebuah penghargaan tak saya temukan disana, walaupun kegagalan itu hanya terbaca dengan pesan tanpa terlihat................ saya akan melihat dengan hati saya sendiri.

Saya akan melihat dengan hati saya sendiri, walaupun semua akan pergi dan menghilang..... (seperti yang tertulis di pesan terakhir).

Friday, August 21, 2009

KUPANGGIL NAMAMU

Kupanggil Namamu

Sambil menyeberangi sepi
kupanggili namamu, wanitaku.
Apakah kau tak mendengarku?

Malam yang berkeluh kesah
memeluk jiwaku yang payah
yang resah
karena memberontak terhadap rumah
memberontak terhadap adat yang latah
dan akhirnya tergoda cakrawala.

Sia-sia kucari pancaran sinar matamu.
Ingin kuingat lagi bau tubuhmu
yang kini sudah kulupa.
Sia-sia.
Tak ada yang bisa kujangkau.
Sempurnalah kesepianku.

Angin pemberontakan
menyerang langit dan bumi.
Dan dua belas ekor serigala
muncul dari masa silam
merobek-robek hatiku yang celaka.

Berulang kali kupanggil namamu
Dimanakah engkau, wanitaku?
Apakah engkau juga menjadi masa silamku?
Kupanggili namamu.
Kupanggili namamu.

Karena engkau rumah di lembah.
Dan Tuhan?
Tuhan adalah seniman tak terduga
yang selalu sebagai sediakala
hanya memperdulikan hal-hal yang besar saja.

Seribu jari masa silam
menuding kepadaku.
Tidak.
Aku tak bisa kembali.

Sambil terus memanggili namamu
amarah pemberontakanku yang suci
bangkit dengan perkasa malam ini
dan menghamburkan diri ke cakrawala
yang sebagai gadis telanjang
membukakan diri padaku
Penuh. Dan perawan.

Keheningan sesudah itu
sebagai telaga besar yang beku
dan aku pun beku di tepinya.
Wajahku. Lihatlah, wajahku.
Terkaca di keheningan.
Berdarah dan luka-luka
dicakar masa silamku.

(dari Blues untuk Bonnie, 1971)
WS Rendra

Tuesday, July 28, 2009

BEBERAPA SAAT

Setelah beberapa minggu tidak mendapatkan inspirasi menulis, mengarang cerita, akhirnya saya mulai menulis lagi. Baru saja penyakit mampir ke tubuh saya. Hampir beberapa minggu, saya harus benar-benar mengumpulkan tenaga untuk melawan penyakit yang membuat saya gampang sekali lelah. Mungkin juga karena pekerjaan yang akhir-akhir ini menuntut banyak perhatian atau udara yang kurang bagus???

Seperti biasa, niat besar tetapi raga tak begitu kuat. Alhasil, pekerjaan selesai, tapi badan sakit. Sedikit-sedikit flu dan demam, sedikit-sedikit pusing, terduduk dan muntah. Sungguh beberapa minggu ini saya begitu amat lelah dan lemah. Terlalu lemah untuk beberapa hal sepele yang biasanya bisa saya kerjakan sendiri. Untuk berjalan dan berdiri tegak saja, rasanya tak begitu kuat. Saya sampai begitu membenci dan menyalahkan kelemahan ini.

Kala sakit, saya menjadi begitu manja. Hmm, terkadang memang merepotkan dan membuat semua orang khawatir. Mungkin karena dari kecil, kalau sakit apa saja diturutin dan paling enak diperhatikan mama-papa. Kesempatan tuk dimanja (hahahahaha). Satu hal yang paling saya sukai dan mujarab, “terapi peluk” yang selalu digunakan mama agar saya cepat sembuh. Ini bukan sulap bukan sihir!!! Tapi benar!!! Kalau saya sakit, saya selalu minta dipeluk agar badan yang panas dan menggigil terasa amat nyaman. Saya merasakan damai dan cinta yang selalu bisa membuat saya tidur nyenyak saat sakit. Karena itu, saya selalu menolak untuk diopname. Pikir saya, lebih baik dirawat mama di rumah. Dan paling enaknya, pasti tidur di kamar mama yang lebih bagus, lebih luas dibanding kamar saya ditambah pelukan hangat dari mama.

Sekarang…. ada beberapa saat saya harus sendiri, ketika memandang dan melumat makanan yang terasa pahit, mual dan akhirnya muntah. Ada beberapa saat saya harus sendiri, ketika panas yang meninggi membuat saya harus mengukur suhu badan dan kompres kepala sendiri. Ada beberapa saat saya harus sendiri, ketika saya berobat ke dokter. Ada beberapa saat saya harus sendiri, ketika tenggorokan kering dan kehausan…. akhirnya terantuk lemari saat mengambil minum. Tapi diatas semuanya itu, saya masih bisa bersyukur.

Terima kasih, untuk orang yang sudah merawat saya, dengan kemanjaan dan kerewelan saya. Terima kasih untuk pelukan yang membuat saya cepat tidur dan menutup mata. Terima kasih untuk semua perhatian, bantuan, kasih, dan doa yang diberikan kepada saya. Tahukah?? Sebelum tidur dan menutup mata, saya selalu berdoa dan mengucapkan terima kasih kepada Tuhan untuk semuanya. Malam-malam kelemahan itu, saya bersyukur masih ada yang menguatkan dan menjaga saya.

“Jaga diri baik-baik, hanya kamu sendiri yang paling bisa jaga dirimu sendiri”

Pencarianku

Hasil

Powered By Blogger