Tuesday, July 28, 2009

DYA DYAN

Hari ini… pagi yang cerah, tetapi tak secerah hatinya. Merencanakan perjalanan ke salah satu gereja tua. Manis. Dengan t-shirt kuning plus jelana jeans biru. Rambut panjang yang tergerai, membuat hari itu dia tersenyum melihat cermin. Sendirian, dia tapaki perjalanan pagi menjelang siang dengan harapan dan suara hati yang tak bisa dipungkiri. Disembunyikan dan dibungkus rapi dalam kantung hati yang tak kan ada yang bisa melihat bahkan menyentuh. Selalu dia bawa untuk menghiburnya. Melupakannya. Membiasakannya. Menahannya!!!

Satu per satu langkahnya usai. Satu per satu kesedihan itu terbaca. Setapak demi setapak. Langkah demi langkah. Hanya dia yang tahu. Hanya dia yang rasa. Dengan senyum yang masih akan ada untuk membuat orang lain bahagia. Dibalik senyum yang terlukis di wajah luarnya, hal yang sama telah terlukis senyum luka di dalam wajah hatinya.

Tiba di gereja tua, dia segera melaksanakan tugasnya. Lalu terbujuk menikmati dan menghabiskan waktu untuk duduk, diam dan bersujud di dalam gereja. Burung gereja terbang dan hinggap di sudut pilar dan patung. Bersahutan dan bernyanyi. Lilin altar yang kuning keemasan. Bunga altar putih yang mekar dan segar. Patung-patung yang berdiri tegak, ada yang tersenyum, diam, merenung, membaca dan menyapa. Udara pagi menyentuh lembut dan dingin kulitnya. Hening dan Geming.

Sketsa wajah Dyan mulai tergurat di wajah manisnya. Sketsa cerita lalu mulai mengisi pikirannya. Mencoba menguraikan awal cerita yang menjadi sebagian sejarah. Pertemuan yang biasa dan tidak terencana….. entah ini awal kesedihan, awal kesalahan, atau awal kebahagiaan mereka??? Hanya mereka yang tahu. Seperti kisah abadi: Romeo dan Juliet. Adam dan Hawa. Galih dan Ratna.

Menyandarkan kepala di pundak bangku, membuatnya sedikit lega. Kenapa ada yang sakit? Bukankah cinta Dyan tulus?? Bukankah sebagian perjalanan sulit telah mereka lakoni berdua?? Atau ini semua hanya permainan?? Atau hanya kerikil kecil yang menggoyahkan keyakinan yang telah dijalani sejak 8 tahun atau selama hidupnya?? Perbedaan keyakinan? Perbedaan status? Perbedaan umur? Perbedaan budaya? Perbedaan pendapat? Atau apa??? Semua alasan atau satu alasan saja bisa menjadi jawaban pemisah!!! Seluruh pihak telah bersiap mengisi amunisi, kekuatan, sampai dengan strategi perlawanan.

Kepala yang semakin tertunduk, mata yang mulai membentuk telaga putih dan berkaca-kaca. Lalu air bening mengaliri wajah putihnya. Dia berserah, tidak melawan dan mengintimidasi. Karena Dyan ada ditengah kami. Kalau kedua pihak melawan maka Dyan akan semakin terluka parah. Luka yang sempurna. “Aku takut melukai Dyan terlalu dalam”, ucapnya.

Pasrah. Diam. Membiarkan mereka mengambil kedua tanganku agar aku tak bisa memeluknya. Membiarkan mereka mematahkan kakiku agar aku tak bisa berlari mengejarnya. Membiarkan mereka mengambil pita suaraku agar aku tak bisa memanggil namanya. Membiarkan mereka merusak wajahku agar Dyan tak kan pernah melihat dan mengenalku. Tapi, mereka tak kan bisa menghapus kenanganku, walau memaksa mencuci otakku. Tak kan ada yang bisa mencuri apapun dari dalam hatinya. Tak kan ada yang bisa memadamkan cinta kami!!!
Walau dia mulai menyalahkan dirinya sendiri. Ketika keheningan tercipta dalam sebuah rekoleksi pribadi, diam menjadi senjata pembunuh yang perlahan tapi pasti. Mungkin sebuah kesalahan dan dosa terbesar yang harus dihindari adalah hubungan kasih mereka!!! “AKU” bisik wanita itu sambil menangis. Sehingga tiada pesan dan suara Dyan adalah hal yang sengaja dan tidak disengaja harus bisa diterima. Membeku dalam dinginnya waktu. Menerima dalam ketidakberdayaan. Merindu dalam ketidakmungkinan. Meski telah terucap hanya satu yang ada dihati selamanya….

Mungkin dalam rekoleksi pribadi, dia telah menemukan jawaban. Tak mengapa, karena semua orang akan bahagia. Tak mengapa, karena semua orang akan menyambutnya dengan senyuman dan kebanggaan. Tak mengapa, karena semua orang akan melupakan masa lalunya, juga kesalahannya. Tak mengapa, karena pengorbanan ini untuk semua orang termasuk dia. Terutama agar Dyan mampu bertahan...

Dyan.......... mampu belajar menghargai perasaan orang lain. Arti cinta dan pengorbanan. Menyelesaikan persoalan dengan bijaksana tanpa marah dan diam. Dewasa. Tak bersembunyi di balik ketidaktahuan dan keingintahuannya karena dia sudah bisa menunjukkan jati diri dan kemauannya. Berbicara dan bertindak sesuai dengan keadaan dan kondisi. Melihat dan melakukan sesuatu dengan memperhitungkan hati nuraninya. Jujur dengan dirinya sendiri dan pilihannya.

Keluar dari gereja tua dengan lunglai.... walau rasanya kosong, tetap terus berjalan dan tegar dalam diam…

RaDi

SENDIRI MENJADI BEGITU INDAH

Dia mengirimkan malaikat untukku,
ketika bintang dan bulan tertutup awan
Saat lukisan di bibir manis itu memudar dan menghilang,
saat kenyataan hanyalah mimpi terakhir.
Dan sendiri pun menjadi begitu indah…

Dia mengirimkan malaikat untukku,
ketika satu persatu pergi dan tak kembali,
Saat raga mulai merapuh,
saat air mata tak turun lagi ke daging wajah menguning.
Dan sendiri pun menjadi begitu indah….

Dia mengirimkan malaikat untukku,
ketika setangkai asa kuncup mengering,
Saat hati lepas bebas tanpa arah,
saat samudra menjemput air mata.
Dan sendiri pun menjadi begitu indah…

Dia mengirimkan malaikat untukku,
ketika waktu membujuk mentari tenggelam,
Saat tak ada lagi terang,
saat diam membunuh pertanyaan
atau melahirkan jawaban???

(Sendiri menjadi begitu indah karena ada ketegaran dalam kelemahan)
DP

Thursday, July 23, 2009

METROMINI DAN PENUMPANG

Seperti biasanya, bangun pagi-berbenah-berangkat kerja. Pagi yang selalu saya kerjakan dengan perkiraan waktu yang hampir tepat. Metromini 07 tak berAC, kadang penuh, kadang lengang, kadang ngetem, kadang lancar, kadang-kadang!!!

Pagi ini saya duduk paling belakang, ditengah dua laki-laki, sebelah kanan paruh baya, sebelah kiri anak muda. Anehnya sih yang sebelah kiri?? Anak muda yang membuat raut muka saya menunjukkan kekesalan, karena begitu saya duduk dia langsung bilang, “hmm, wanginya”. Uh, saya kesal banget, karena matanya tampak jahil. Mata saya langsung membelalak dan menunjukkan tidak suka!! Sambil berjaga-jaga kalau dia bertingkah kurang ajar, dengan memberikan isyarat ke penumpang serta kernet.

Begitu kondisi bis mulai sepi, saya langsung pindah tempat duduk. Dan...... aman deh, perasaan saya sudah tidak was-was lagi.

Ehhh, baru pindah tempat duduk, 2 penumpang laki-laki masuk. Wajah ini pernah saya lihat?? Wajah yang pernah merampok di metromini. Saya sih ga takut, malah saya ingin tahu sikap kernet dan supir, “apa kernetnya minta ongkos ya?” tanyaku. Tapi kernetnya pura-pura ga melihat dan ga minta ongkos. Salah satu yang membuat saya sok berani, karena saya mengerti bahasa isyarat mereka. Maklum, mereka pakai bahasa batak, walaupun tidak fasih banget, tapi saya bisa mengerti maksud pembicaraan mereka . “Dapot aha?” (artinya dapat apa) sambil melirik ke dompet teman copetnya. “Dison ma hita” (artinya disinilah kita) ajak copet yang lain, dan mereka pun turun.... Langsung saya melihat ke wajah si kernet, “kog ga dimintai ongkos?” tanyaku dalam hati. Si kernet langsung memalingkan wajah dari pandanganku “pura-pura ga tahu'.

Duhhhhh, kenapa sih copet itu orang batak?? Sebagai orang batak, saya benar-benar malu melihat tingkah orang ini. Pencopet pertama sudah beruban, berkepala botak, kalau dilihat dari tubuhnya sih usia sudah 50-an. Sedangkan pencopet kedua, usianya seperti masih 30-an, agak muda tapi sudah beruban. Tampang mereka kusut dan kucel, keringatan dan nafasnya cepat, karena baru saja lari tuk naik metromini yang baru. Saya kecewa, mereka mencari uang dengan copet. Sungguh ironis, ketika bapak-bapak itu membeli makanan dari hasil copet dan berbadan gemuk dan gembul karena hasil copet???!!! Apalagi kan dia sudah bapak-bapak?? Apa dia tidak memberikan contoh ke anak-anaknya??? (pertanyaan terus berputar di pikiran saya, sampai masuk kantor).

Aduhhhhh, sialnya nih orang Batak!!! Kecewa, kecewa, kecewaaaaaa ......:-@, :-(

Pencarianku

Hasil

Powered By Blogger