“Aku sakit, demam........” katanya dengan nada lemas dan sedikit batuk.
Suara yang saya dengar dari telepon, Jumat 26 Juni 2009. Dia sedang sakit, dan mengeluh tidak bisa bangun dan badannya panas tinggi. Saya sempat berpikir ini karena dia memikirkan masalah (salah paham) minggu kemarin, masalah yang kalau saya ingat sungguh membuat kami mampu berkaca dan melihat kedalam diri sendiri.
Diburu rasa bersalah dan ragu untuk memulai...... Akhirnya saya mulai berpikir sendiri, bertanya dan menjawab sendiri. Mengeluarkan banyak kekuatan dan daya upaya untuk menuliskan kata “maaf” lewat sms yang saya kirim untuknya. Menghargai kejujuran dan perasaannya, menghargai tindakan dan keputusannya yang sekarang.
Sabtu: 27 Juni 2009. Sms atau gak?? Telepon atau gak?? Pikiran beradu dengan perasaan. Rasanya seperti permainan yang hanya berputar-putar tanpa tahu siapa pemenangnya. Saya ingin tahu kabarnya, tapi ada rasa malu, ego, sekaligus penasaran. “Bagaimana saya tahu kabarnya, kalau saya ga hubungi dia? Tapi kalau dia ga mau angkat, gimana??” pikirku. Sabtu siang itu saya hanya nonton, makan, tidur, dan bersih-bersih. Di kamar, masih saja saya ketik pesan sms di draf, dan memutuskan ga ketemu atau telepon dia, karena ga mau menambah pikirannya, apalagi buat dia tambah sakit (rencananya saya mau kirim nanti malam).
Ajaib, percaya atau tidak?? Tangan saya masih ketik pesan di draf, tapi sms dari dia masuk, dia ingin ditelepon. Hah?? Saya kaget. Dia sendiri yang ingin bicara dengan saya. Dan, akhirnya dia bilang “rindu” walau sedikit susah keluar dari pembicaraan kami lewat telepon itu. Demamnya masih ada, tapi candaannya tetap menjadi ciri khasnya yang selalu saya suka. Tawanya, tawa saya bercampur di telepon, plus batuk dari sakitnya...
Saya sempat merawat sakitnya. Membuatkan bubur dan menyuapinya. Memberikan minum air putih berkali-kali agar panasnya turun dan obatnya. Memijit kepalanya yang pusing dengan minyak telon karena demamnya sampai 40°C (dia suka dengan wangi minyak telon). Membersihkan wajahnya dan mengelap tubuhnya yang panas dengan air hangat biar wangi dan tetap minta dibalurin minyak telon dan bedak bayi (dia sudah mulai menggerutu karena ga mandi). “Aslinya keluar, tenyata dia bisa manja banget, bisa merengek-rengek dan tidur seperti bayi”.
Baru minggu sore, panasnya ga tinggi lagi. Walau masih terasa hangat. Dia masih sakit, tapi panasnya sudah turun dan ga naik lagi. Senang sekali, usaha saya berhasil. Dia mulai sembuh. Dia benar2 membuat saya bangga. Dia membuat saya menjadi seorang wanita yang kuat, yang bisa merawatnya saat dia sakit, jiwa keibuan saya keluar dan saya benar-benar merindukan pekerjaan ini...... yang sudah lama tidak saya kerjakan ketika adik saya terkecil (Ignatio) mulai besar.
Terima kasih, karena kamu mau cepat sembuh, mau makan bubur buatan saya (mungkin kurang enak ya??). Terutama: Terima kasih, karena kamu membuat saya merasa dibutuhkan dan memberi pengalaman-pengalaman baru untuk perjalanan panjang antara Medan-Papua ;-) :-) ^_^
(Tanx God, Novena 3x Salam Maria selesai juga........)