Monday, April 27, 2009

PERSEMBAHAN DEW

Setelah 2 minggu tak bertemu, tak bicara, tak menahu, akhirnya Dew datang dengan diam-diam. Tanpa ada yang tahu, dia datang, dan kemudian pergi... Berdiri diam di depan rumah Pondok Anggun itu. Menanti Diy keluar, membukakan pintu. Padahal di malam yang sama, baru saja Diy membuka kembali foto-foto mereka berdua. Diy dan Dew. Lama sekali. Sampai akhirnya Diy mengantuk dan tertidur pulas. Tak tahu ada sms masuk. Ternyata, Dew sudah ada di dekat Diy????

Dew datang. Membawa lagi harapan dan senyum mereka. Dew datang. Mempersembahkan maaf dan kesadaran hanya untuk Diy. Suatu hal, yang sempat membuat Diy putus asa dan bertanya, “apakah Dew bisa menyadari kesalahannya??” Kini tak perlu lagi, kami ingat-ingat, Diy ingat-ingat, atau pun Dew sesali. Semua sudah lebih baik. Yang terpenting adalah sekarang dan akan datang. Kejadian kemarin itu, cukup menjadi satu pelajaran tambahan lagi untuk persembahan cinta kami.

Dengan bahasa kami, dengan pengertian dan komunikasi kami. Akhirnya semua masalah yang sempat membeku itu melebur, meluber dan mencair. Dingin, sejuk dan damai. Ada senyum dan gelak tawa yang menghiasi hari-hari mereka lagi.

Terbentuk kristal baru lagi. Karena ingin selalu mengkristalkan kisah ini bersamanya....

Waktu yang berjalan, terasa begitu cepat. Tersadar.........., ada ego yang datang ketika tiba-tiba waktu harus menjemput masing-masing mereka untuk berjalan menapaki hari-hari dengan penuh tanggung jawab. Work. Study. Society.

Love You Dew. (Dew tertidur juga.....)
Don't make me sad again.

Setengah Gelas Air Putih

Saya terkesima membaca blog yang satu ini. Sederhana, lugas dan bebas. Tapi ada arti yang hendak dia sampaikan untuk Bun, pembaca, dan dirinya sendiri.

Tidak ada samudera
Tidak ada lautan
Pun danau atau kolam
Aku hanya butuh setengah gelas air putih
Dan itu kamu....

Beberapa waktu lalu saya sering bilang pada Bun kalau saya merasa kesulitan menulis tentangnya. Menjadikannya inspirasi seperti sebelumnya. Tapi barangkali tidak untuk kali ini. Semoga dia membaca tulisan saya.

Saya sakit. Terdampar di rumah sakit beberapa hari dan akhirnya pulang kerumah. Saya tidak pernah menyangka musibah ini menimpa saya. Alhamdulillah, Tuhan memang jarang memberi saya sakit. Saya patut bersyukur untuk hal ini. Muda, sehat, memilih bahagia. Pun demikian musibah ini saya syukuri sebagai manusia yang menghamba.

Beberapa hari sebelum musibah yang membuat jari kaki saya patah, saya menelpon Bun—kekasih saya. Saya bilang bahwa saya punya rencana untuk pulang pada tanggal 9 April menjelang PEMILU. Namun betapa berat hati ini, saya amat rindu rumah. Saya pun rewel. Dan seperti biasa, kekasih saya itu hanya berujar ‘Sabar, Sayang..’

Sabar. Barangkali itu yang agaknya perlu ditekankan disini. Sabar adalah bahwa semua akan datang pada waktunya. Tidak perlu diburu-buru datangnya. Namun rupanya saya tidak sabar. Dan beberapa hari kemudian saya dijemput musibah itu. Untuk pertama kalinya (dan semoga tidak terulang lagi untuk sesuatu yang merepotkan banyak orang) saya terdampar di rumah sakit. Setelah mendapat perawatan saya diijinkan pulang ke rumah dengan jari kaki terbungkus perban.

Saya pulang. Untuk waktu yang amat lama. Sekitar 4 minggu. Saya bertemu keluarga, saya jadi pasien di rumah sendiri dengan ibu sebagai perawat. Ayah saya bertugas sebagai motivator. Adik saya menyegarkan rumah dengan humornya. Dan tentunya Bun selalu datang ke rumah dengan membawa senyum (juga es krim kesukaan saya).

‘Kamu pulang lebih awal..’ katanya.‘Iya.. Sebelum tanggal 9 April’ sambung saya.Sejak saya sakit, saya tahu betapa berartinya Bun buat saya, sama berartinya dengan keluarga dan sahabat saya. Bun tahu betul saya menderita kebosanan berkepanjangan berada di rumah tanpa kegiatan. Ya, untuk saya yang hampir tidak berhenti bergerak kecuali tidur malam, menjadi pengangguran di rumah bukanlah hal yang menyenangkan. Dan Bun selalu datang dengan membawa beberapa kegiatan ringan. Kami masih bisa makan es krim berdua, dia memotret saya, dan mengedit foto. Semuanya penuh canda tawa. Semuanya menyembuhkan.

Dan saya selalu tidak suka bila jam dinding sudah menunjuk pukul 22.00, karena Bun harus pulang. Betapa egoisnya saya. Ah, Bun.. Dia memang bukan samudera yang maha luas.. Samudera yang kamu kagumi, dan bisa menenggelamkan dirimu, yang sebenarnya tidak kamu butuhkan. Bun hanya setengah gelas air putih yang akan dibutuhkan semua orang, begitu sederhana. Untuk bersamanya, kamu tak perlu tenggelam dan mati muda tak berarti. Kamu hanya akan sedikit merasakan dehidrasi, hehehe.. I love you, Bun..

Pati, 13 April 2009, Kamar tidur, internet, tawa. By. Catastrova

Friday, April 24, 2009

CINDERELLA

Malam ini, adiknya kelasnya S, menelepon… dan mengaku, kalau dia tadi malam memimpikan wanita itu. Hmm, masa lalu yang menurutnya bentuk dari sebuah obsesi dari seorang laki-laki yang dianggap sebagai teman. Sekian lama, waktu dan cerita sudah banyak yang berlalu, tetapi masih ada saja nostalgia yang dia simpan…. Mungkin jauh dari dalam hatinya.

Pengakuan dan bentuk dari mimpinya itu, membuatnya tak layak untuk dipuji. Menurutnya, dia hanya mengagumi seorang figur wanita yang telah jauh berbeda dari dulu. Dia yang masih membayangkan dan menggambarkan figur seorang wanita yang keibuan, bijaksana dan bertanggung jawab. Sebagai seorang wanita, dia patut bangga, masih ada laki-laki yang menghormati dan memujinya sedemikian rupa.

Semuanya memang belum ada yang berubah. Tapi…. Ada sesuatu yang membuat wanita itu merasa tak lebih baik dari sebelumnya. Dia pikir, masih ada wanita yang lebih untuk mendapatkan pujian seperti itu. Pujian yang pernah juga saya dengar dari anak-anak kecil Panti Asuhan: Sempurna, bak Cinderella, cantik, ramah, penyayang....

Mungkin, cinderella itu kini bersedih. Tertutup kelabu yang gelap. Kembali dia tidur dan diam, mengumpulkan daya upaya untuk bangkit. Mungkin tak tahu lagi dan sulit untuk menerima arti cinta yang sesungguhnya. Segalanya berubah. Semakin lama dia bersikeras mencari cintanya, maka dia semakin sakit. Rasanya dia ingin menyerah dan menerima apa saja… Segalanya, sebagai bentuk tanggung jawab dan terima kasih untuk orang2 yang masih mencintainya kini dan selamanya.

Sebenarnya dia masih tak bisa mengambil keputusan, takut sekali untuk melepaskan apa yang dia cintai dan sayangi. Kesekian kalinya, laki-laki itu membuat dia menangis dan kecewa. Sakit sekali!!! Mengingatnya saja, rasanya tak sanggup. Dia terus berlari dan menjauh, berusaha untuk melupakan semua yang dia alami sendiri. Tetapi, setiap dia berusaha pergi menjauh, rasa itu semakin dalam. Akhirnya dia menyerah, dan membiarkan saja semua yang dia rasakan mengalir. Mulai dari rasa sedih, kecewa, sakit, sampai menangis sebagai bentuk luapan hati, biarkan saja bebas!! Semua bentuk hati yang dia rasakan, semuanya diterima tanpa berusaha melawan dan pergi.

Dia mencintainya. Masih sangat mencintainya. Walaupun hatinya masih terdiam dan sakit, ketika laki-laki itu kurang pengertian. Ketika dia berdiri diam dan harus melakoni perannya sebagai teman biasa di depan teman-teman lelaki itu. Ketika dia tak bisa menerima salam damai yang biasa mendarat di pipi. Ketika lelaki itu tidak menggenggam tangannya, saat berjalan di dekat teman-teman mereka. Ketika dia tak bisa menerima perlindungannya, saat sakit. Ketika dia harus diam membaca email dan pesan chat dari wanita yang terus mengaguminya. Entah karena dia yang selalu bersikap manis terhadapa wanita2 itu, atau sebaliknya? Dia tak mengerti dan berusaha untuk percaya, bahwa lelaki itu bisa bersikap bijak untuk hal yang satu ini.

Kini, kembali mereka diam tak bergeming. Mungkin karena marah, cemburu dan kecewa? Siapa yang tahu? Atau mungkin karena tiba-tiba lelaki itu sadar kalau perjalanan ini tak bisa dia tempuh dengan seluruh daya upaya dan hidupnya. Dan…. Wanita itu pun ikut diam, juga kecewa, sungguh sangat kecewa atas kejadian yang baru saja berlalu, dan kini terulang lagi. Lelah untuk mengerti dan memahami lelaki itu, entah karena apa lagi ini? (saya tak mengerti, padahal saat itu dia sedang sakit).

Tersenyum, tetapi, dalam hati menangis… berusaha mengerti dia, dan berharap sebaliknya. Kini, wanita itu pun sudah tak sanggup lagi untuk berbicara. Hanya hati dan tulisan ini lah sebagai bentuk rasa yang dia alami (saya coba untuk menuliskan ceritanya di diary).

Dia kecewa! Dalam kesakitannya, lelaki itu pergi. Ketika dia melihat email dan pesan chat lelaki itu untuk mengatur pertemuan dengan wanita lain. Kata-kata manis yang masih dia baca di pesan itu, membuat dia menilai bahwa lelaki itu belum tegas! Dia kecewa, ketika dia masih berlama-lama diam dan tak tahu karena apa? Ketika dia hanya diam dan diam tanpa membicarakan semuanya dengan bijak. Dalam hal ini, dia berharap lelaki itu bisa berubah. Bisa lebih dewasa dalam membina dan menjaga hubungan. Bisa mengubah kekerasan hatinya yang membuat wanita itu tersiksa dan tersakiti.

Mungkin saatnya…. dia harus diam, bertahan dan melihat perubahannya. Dia harap lelaki itu bisa memikirkan dan mengambil keputusan untuk kebahagiaan dirinya. Tanpa harus bergantung dengan orang lain dan aturan yang mengikatnya.

Dia percaya, laki-laki itu hebat. Sehebat dia bisa menaklukkan hatinya! Sehebat dia bisa menjalani 10 tahun hidupnya dalam keheningan dan kesendirian. Sehebat dia belajar menjadi laki-laki yang dewasa dan bijaksana. Sehebat dia bisa menjadi anak yang berbakti kepada orang tuanya. Sehebat dia bisa mencintai wanita itu, apa adanya…….

Semoga kejadian ini tidak terulang lagi, lagi dan lagi. Semoga kejadian ini membuat mereka lebih bijak.

Dia masih bertanya-tanya, kenapa lelaki itu tidak perduli saat dia sakit? Bahkan untuk bertanya perkembangannya pun tidak??? Dia semakin tidak percaya, sifat yang terbaru ini. Semarah-marahnya pada sso, kalau sakit, wanita itu selalu berusaha ada. Tapi, kali ini dia sudah pupus. Entah apa yang menjadi latar belakang semua ini terjadi, semuanya kembali diserahkan pada lelakinya.

Mungkin, wanita itu sakit hati. Tapi, dia memaafkan semuanya. Dan ini jadi pengalaman terhebat untuk wanita itu. Terima kasih Tuhan, sempat mengenal dia dengan segala kekurangan dan kelebihannya....

Sekarang, cinderella itu berjalan sendirian, dan kembali bersama orang-orang yang perduli padanya. Tanpa seorang pangeran berkuda yang menjemput impiannya.

Pencarianku

Hasil

Powered By Blogger