Wednesday, September 30, 2009

CINTA DAN KADALUARSA


Berakhir, pisah, putus, merupakan sekumpulan kata yang berinti kepada satu rasa: sakit. Sakit memang, bila kebahagiaan, dan kebersamaan pada kenyataannya berakhir dengan perpisahan. Berpisah dengan kehidupan (kematian), berpisah dengan keluarga, pasangan, pacar, dsb. Ada unsur kelemahan yang lambat laun, pelan tapi pasti meredupkan sinar di hati manusia.

Seperti lagu Chrisye: Badai Pasti Berlalu, saya pun yakin seluruh rasa duka, kegagalan yang dialami dalam kehidupan ini mengalami perputaran, yang pada akhirnya berganti terang. Seperti malam yang gelap, berganti siang.

Disini saya mengecilkan konsep berakhir dengan: berpisah dari orang yang kita cintai. Mencintai seseorang dengan tulus, memang membutuhkan perjuangan yang tanpa henti. Lalu, ketika ada pendapat yang menyatakan: rasa cinta itu ada masa kadaluarsanya. Apakah yang tergambar di dalam benak kalian masing-masing?

Saya mencoba mengapresiasikan pernyataan ini dengan idealisme dan perasaan saya. Hanya untuk menjawab arti cinta pada diri saya sendiri.

Cinta dalam kamus saya adalah suara hati, jawaban hati yang menerima dengan tulus segala kekurangan dan kelebihan orang lain. Tidak bertipe, karena saya tidak ingin mengelompokkan orang per orang. Kuncinya adalah hati, hanya hati!! Hal ini yang sangat sulit dipahami oleh orang lain, termasuk orang terdekat saya sekalipun. Tetapi ini bukan muluk-muluk semata, karena saya tahu “rasa” saling mencintai akan bertahan bila terus dilakukan/ diperbaharui oleh kedua belah pihak, satu sama lain menunjukkan rasa cinta kasih, mengapresiasikannya dalam bentuk tindakan dan kata terus menerus,…. sampai akhirnya cinta itu berakhir pada keabadian.

Kata cinta, kasih dan sayang adalah kata yang indah. Terdengar berharga, terhormat dan murni, karena itu saya selalu mengucapkan kata-kata indah tersebut untuk orang yang saya hargai, saya hormati dan saya sayangi. Menghargai arti cinta adalah sama dengan menghargai kehidupan. Karena itu, kata-kata indah tidak saya obralkan kepada orang lain, karena salah-salah bisa mengakibatkan persepsi yang berbeda atau salah paham yang mengakibatkan reaksi berbeda dari orang yang mendengarkan.

Bila memang perpisahan harus terjadi, mungkin sudah waktunya. Mungkin ini jatah yang harus saya terima sebagai konsekuensi dari pengorbanan saya. Tidak perlu egois untuk mempertahankan cinta bila seseorang itu sudah tidak menghargai, tidak perduli, tidak menghormati dan memahami arti cinta. Kasarnya: tidak pantas mencintai orang yang tidak mencintaimu!! Tidak akan ada gunanya bila diteruskan. Hanya akan meninggalkan luka yang dalam, membunuh pelan-pelan dan kepalsuan berkepanjangan.

Dalam sebuah pernikahan, perpisahan bukan hanya membawa dampak untuk diri sendiri, tetapi juga efek sosial yang mungkin lebih menyakitkan. Orang lain yang menggambarkan perceraian dalam pernikahan dengan pendapatnya sendiri, berkembang menurut pemikirannya sendiri, menambah beban yang harus dipikul. Sudah jatuh tertimpa tangga pula!

Kalau rasa cinta ada masa kadaluarsanya, benarkah perceraian itu pada akhirnya dibenarkan? Seperti putus dari pacar pertama ke pacar kedua dan berikutnya? Bisakah konteks pacaran disamakan dengan pernikahan? Apakah perpisahan terjadi karena rasa cinta mereka sudah kadaluarsa? Hufffth, saya menjadi semakin takut untuk membayangkan bila pasangan saya kelak, membenarkan bahwa rasa cinta itu punya masa kadaluarsa.

Setahu saya, masa kadaluarsa itu identik dengan masa pemakaian, masa berlaku. Jadi selama belum mencapai tanggal kadaluarsa yah... tidak ada salahnya untuk digunakan. Nah, kalau dalam hubungan mencintai, yang dilakukan oleh sepasang manusia yang berbeda, yang memiliki talent, perasaan, logika yang sehat sehingga punya kemampuan untuk bereaksi membaharui kehidupan, harus ikut-ikutan memberi batas kadaluarsa dalam hal saling mencintai?

Sebelum pacaran, apalagi sebelum menikah, seseorang pasti sudah mempertimbangkan baik buruknya sebuah relasi. Ketidakseimbangan atau perbedaan, belum jodoh, ketemu orang lain yang lebih menarik, dsb seringkali menjadi alasan perpisahan. Padahal itu sebenarnya bukanlah penyebab, tetapi akibat. Awal dari akibat tersebut, itulah yang sebenarnya perlu diketahui, dan dicari solusinya.

Turun naik dalam berelasi merupakan dinamika yang harus diterima. Tidak ada kehidupan yang berjalan mulus-mulus saja. Orang yang sudah menikah bertahun-tahun pun terus berproses untuk saling mencintai. Pada saatnya, semua akan berubah. Seperti yang saya tahu, tak ada yang abadi di dunia ini. Tapi, rasa cinta akan tetap ada bila kedua belah pihak menempatkan hati mereka pada satu titik yang sama. Titik yang sama-sama saling berubah mengikuti aliran kehidupan yang fana ini.

Andainya perpisahan terjadi.... saya percaya, untuk bertahan seseorang akan berjuang habis-habisan… sampai pada titik kepasrahan dan tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Sampai pada titik itu, segala perjuangan pun terhenti. Ucapan selamat tinggal pun siap terlontar dan diterima.

Saya tahu, tidak ada seorang pun yang menyukai zona kejatuhan. Tapi, kenyataan tidak dapat dielakkan. Sakit, terluka, putus asa merupakan akibat dari kegagalan. Saya pun pernah merasakannya. Kepasrahan menjadi tonggak pertahanan. Menyimpan kenangan indah ketika bersama. Susah sekali untuk menerima kenyataan orang yang saya cintai telah pergi. Susah sekali untuk menerima orang baru untuk masuk menembus rasa rindu dan cinta ini, karena tidak ingin merubah rasa cinta yang telah ada. Sikap ini, tanpa saya sadari mungkin telah menyakiti atau mematahkan perasaan orang lain. Sendiri dulu…. saat ini adalah obat yang terbaik untuk menyembuhkan rasa sakit (maaf untuk siapa saja yang tersakiti dan kecewa, karena hati ga bisa bohong).

Tidak bisa diterjemahkan, hanya bisa dirasakan. Rasa sakit dan suka dalam mencintai ibarat dua sisi koin hitam dan putih yang menyatu. Akhir cerita hanya ada dua pilihan: bersatu atau berpisah. Dan semuanya terjadi karena hati kedua belah pihak.

Perpisahan yang berakhir dengan indah dan tidak indah, pasti rasanya sakit. Tapi, bila berakhir dengan baik-baik mungkin membawa kesan berharga. Hanya, bila memang kamu masih saling mencintai, bila memang kamu belum bisa melupakan, mengapa harus berhenti berjuang? mengapa masih angkuh?

Intinya satu, jika memang sudah waktunya, perpisahan akan menjemput secara alamiah bagaikan ajal. Bungkus dan caranya bermacam-macam, tapi kekuatan yang menggerakkannya satu dan serupa. Tentu dalam prosesnya kita berontak, protes, menyalahkan ini-itu, dan seterusnya. Namun hanya dengan terus berproses dalam aliran kehidupan, kita baru menyadari hikmah di baliknya. (Catatan Tentang Perpisahan, Blog Dewi Lestari)

Saat ini… saya pun harus bersabar menanti. Orang lain selalu bertanya apa yang saya cari? Mengapa tetap berkeras menyerahkan jawaban kepada hati? Sekali lagi, saya tidak bisa menjawabnya, saya hanya bisa merasakannya…Saya tau, konsekuensi penantian saya mungkin sia-sia, tapi saya menghargai kehidupan, hati dan cinta saya…. Semua yang terjadi, dulu, sekarang dan akan datang adalah Anugerah. Thanks God.

No comments:

Pencarianku

Hasil

Powered By Blogger