Thursday, June 18, 2015

Butuh Dua Orang Bertujuan Sama Untuk Cinta Yang Sukses




"Pegang tanganku, tapi jangan terlalu erat, karena aku ingin seiring dan bukan digiring," tulis Dee (Dewi Lestari).

Cinta bukan siapa yang mengendalikan dan siapa yang harus menuruti si pengendali/ penguasa agar hubungan menjadi aman. Halooo, ini bukan kondisi perang dimana bawahan harus menuruti aturan si komandan. Ini sebuah pernikahan, suami dan istri, kamu dan aku yang sudah menjadi satu, bukan lagi dua, kita menjadi satu tim, satu tubuh, satu jiwa untuk berjalan terus sampai akhir waktu. Kita ada di posisi yang sama, tugas yang sama, kewajiban yang sama, hak sama untuk menjalani kehidupan.

Memang benar, posisi pria (suami) adalah sebagai kepala keluarga, tetapi bukan berarti pria adalah sang pengendali yang bisa berlaku hanya sesuai keinginannya, hanya sesuai kemauannya, tanpa memperdulikan perasaan dan keinginan wanitanya (istri). Tanpa perduli bahwa keputusan yang dikendalikan pria itu bukan untuk kebaikan bersama, tetapi hanya untuk membuat pria merasa puas dan sempurna menurut penilaiannya sendiri. Hal ini bila berlaku terus menerus membuat pria bisa berlaku semena-mena.

Tahukah kamu, kalau kelanggengan hubungan cinta dan hubungan pernikahan membutuhkan kontribusi dari kedua belah pihak. Seringkali kita berpikir bahwa perasaan cinta merupakan sesuatu yang sensitif dan sifatnya sangat pribadi. Akhirnya, tak sedikit wanita yang memilih untuk menyimpan rasa sakit, duka dan kesedihannya seorang diri tanpa memberitahukan (mengkomunikasikannya) kepada pasangannya atau kepada orang lain yang bisa membantu masalah mereka.

Berdasarkan penelitian dari Dr. Frederickson dan dituangkan secara detail pada bukunya yang berjudul Love 2.0: How our Supreme Emotion Affects What We Feel, Think, Do&Become. Cinta diterjemahkan sebagai perpaduan antara dua orang yang memiliki tujuan serupa (sama). Jadi, meskipun sifat, hobi dan kegemaran Anda berbeda, selama Anda dan pasangan memiliki persamaan tujuan dalam hidup, kata Frederickson, hubungan tersebut bisa langgeng dan harmonis.

Kecocokan yang dirasakan antar pasangan, merupakan perpaduan yang dinamakan resonasi positif. Hal tersebut terjadi oleh karena adanya gerakan dan keterkaitan kimiawi terhadap dua orang yang berbeda yang kemudian menjalin satu hubungan. Nah, resonasi yang terjadi akibat pergerakan dua manusia yang berbeda ini tidak akan berhasil tanpa adanya kerja keras dan upaya berarti dari masing-masing pasangan untuk tidak mementingkan keinginannya sendiri. "Cinta merupakan gelombang biologis yang tercipta dari perasaan positif dan rasa peduli yang sama antar dua anak manusia. Cinta membutuhkan dua otak dan dua hati dalam waktu yang bersamaan." jelas Dr. Frederickson.

Bila dalam satu hubungan ada yang sebagai sosok pengendali, yang lainnya hanya akan menjadi seperti pengikut yang memendam perasaan terluka dan sedih sendirian, menahan penolakannya. Sebagai posisi yang hanya bisa mengikuti atau menerima sebenarnya menyadari bahwa ini adalah suatu bentuk kekerasan dalam bentuk emosional dalam suatu hubungan. Keadaan seperti ini adalah bentuk tidak adanya perhormatan dan penghargaan pada pasangannya.

Sosok pengendali seperti sifat tukang atur adalah "bibit" yang memicu Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Awal mulanya mulai dari rasa jengkel yang dilampiaskan dengan cara membentak dan berteriak. Bila itu tak kunjung ampuh memuaskan keinginannya, mereka pun beralih menggunakan kekerasan fisik, seperti memukul, menampar, menghempas dan menjambak pasangannya.

Ayolah, untuk apa emosional seperti itu? Ini bukan permainan anak kecil, kita sudah dewasa dan mampu berpikir jernih dan bijaksana. Marilah saling mencintai dan menghargai pasangan kita, karena sebenarnya posisi pasangan itu dalam sebuah hubungan berdiri pada dataran yang sama. Butuh dua orang untuk menghasilkan cinta yang sukses dan penuh kasih selamanya :)

No comments:

Pencarianku

Hasil

Powered By Blogger